Friday, 4 December 2015
Makanan Khas Daerah Jawa Tengah
Makanan Khas Daerah Jawa Tengah
Jenis makanan khas memang beragam antara daerah yang satu dengan yang lain. Makanan ini sesuai dengan peradaban masyarakat dari daerah tersebut. Makanan khas biasanya tumbuh serta hanya ada di daerah tertentu saja yang memiliki makanan khas tersebut. Namun adakalanya makanan khas yang sudah terkenal hampir di semua tempat. Berikut ada beberapa jenis makanan khas dari daerah Jawa Tengah yaitu:
1. Tahu Petis
Tahu Petis merupakan makanan dari daerah Jawa Tengah khususnya daerah Semarang. Tahu Petis sering kali dihidangkan untuk menu lauk ataupun hanya sekedar untuk camilan atau snack. Tahu Petis berbahan dasar tahu seperti namanya dengan pemasakannya dengan cara digoreng. Tahu ini dimakan dengan menggunakan saus hitam yang sering dinamakan dengan petis. Petis ini biasanya berasal dari kuah yang dimasak lama dan didinginkan.
Saus dari tahu petis ada bermacam-macam rasa. Banyak dari saus ini yang mempunyai rasa kental dengan rempah-rempah yang begitu mencolok dengan dibubuhi gula jawa. Namun disamping itu, ada pula saus tahu petis yang menggunakan sensasi rasa pedas sehingga akan lebih nikmat jika dihidangkan dalam keadaan panas. Bagi Anda yang ingin mencicipi makanan ini dapat langsung datang ke kota Semarang atau dapat mencoba membuatnya sendiri.
2. Telur Asin
Telur Asin seperti namanya yaitu telur yang berasa asin. Makanan ini berasal dari daerah Jawa Tengah tepatnya dari daerah Brebes. Bahan dasar dari makanan ini adalah telur itik yang diawetkan dan diasinkan sehingga akan menghasilkan rasa yang begitu asin dan cocok untuk lauk saat makan.
Cara pembuatan telur asin pun juga sangat mudah. Cukup dengan merendam telur ke bubukan bata yang sudah dicampur dengan garam selama beberapa hari. Kemudian setelah itu rebus telur dengan air garam kembali. Tiriskan untuk beberapa menit, maka telur asin siap untuk dihidangkan.
3. Nasi Gandul
Nasi Gandul merupakan makanan dari Jawa Tengah daerah Pati. Nasi Gandul ini dibuat dengan bahan dasar nasi uduk yang penyajiannya dengan menggunakan daun pisang. Bukan hanya itu saja, biasanya nasi gandul ini mempunyai rasa yang lumayan gurih dibandingkan dengan nasi-nasi biasanya. Sudah banyak orang Pati yang memasaknya dengan mencampuri daun pandan sehingga terkesan berbau harum.
Nasi gandul sering disebut dengan nasi pindang oleh sebagian orang Pati. Namun sekarang, nasi gandul bukan hanya terdapat di daerah Pati saja namun sudah banyak tempat bahkan warung-warung makan ataupun warteg sudah menerapkan sistem penyajian nasi gandul ini.
4. Tempe Mendoan
Tempe Mendoan merupakan makanan di Jawa Tengah yang berasal dari daerah Banyumas dan Purwokerto. Tempe Mendoan terbuat dari bahan asli tempe. Sedangkan arti mendoan sendiri adalah memasak menggunakan minyak panas yang banyak dengan cepat sehingga masakan tidak benar-benar matang. Tempe Mendoan yaitu sejenis gorengan yang cara pemasakannya mencelupkan irisan tempe tipis-tipis ke dalam adonan tepung untuk kemudian digoreng.
Tempe Mendoan ini sekarang tidak hanya terdapat di Daerah Banyumas dan Purwokerto saja namun hampir di seluruh daerah Jawa Tengah ada Tempe Mendoan. Bahkan makanan ini sering dijual di angkringan tertentu yang menjual berbagai gorengan.
5. Nasi Liwet
Nasi Liwet adalah sejenis nasi yang berasal dari kota Solo. Nasi ini berbeda dari nasi yang lain karena rasanya sungguh gurih. Cara pemasakan nasi ini yaitu dengan cara memasak atau mengukus nasi dengan santan parutan kelapa tua yang biasanya disajikan dengan labu siam atau daging ayam yang dipotong kecil-kecil.
Nasi Liwet ini merupakan nasi dengan terkenal gurihnya yang berasal dari bumbu santan kelapa. Bagi Anda yang datang ke kota Solo maka jangan lewatkan untuk mencicipi nasi yang gurih dan lezat ini. Ciri khas dari daerah Jawa Tengah adalah di bagian nasi liwet tersebut.
6. Enting-Enting Gepuk
Makanan ini merupakan makanan khas Jawa Tengah yang berasal dari daerah kota Salatiga. Enting-Enting Gepuk merupakan makanan yang berbahan dasar kacang seperti digepuk atau ditumbuk yang kemudian dipadatkan atau disatukan kembali dengan gula jawa. Makanan ini adalah jenis makanan yang sangat diminati oleh para pengunjung daerah Jawa Tengah karena ini merupakan salah satu makanan yang membedakan daerah Jawa Tengah dengan daerah lain.
Enting-Enting Gepuk biasanya berwarna cokelat sesuai dengan warna dasar gula jawa. Namun sekarang sudah banyak ditemukan makanan ini dengan warna selain cokelat, yaitu merah ataupun hijau. Warna ini dibubuhkan dengan menggunakan warna makanan serta mengganti gula jawa dengan gula pasir. Namun rasa khas dari makanan ini masih sama yaitu rasa kacang asli.
7. Rondo Royal
Kebanyakan dari orang yang bukan dari daerah Jawa Tengah tentunya sangat asing dengan nama makanan ini. Makanan ini berasal dari daerah Jepara. Rondo Royal ini berasal dari bahan dasar tapai atau singkong yang sudah difermentasi. Tapai ini kemudian digoreng dengan minyak goreng biasa atau blueband sehingga menghasilkan sensasi yang manis serta gurih.
Banyak dari orang luar Jawa Tengah yang tidak tahu dengan makanan ini. Bagi Anda yang penasaran dengan makanan ini tidak perlu datang ke Jepara karena makanan ini sudah tersebar hampir di wilayah Jawa Tengah.
8. Soto Ayam
Mungkin makanan ini sudah tidak asing lagi karena sudah hampir semua orang mengetahuinya dan hampir semua daerah di Indonesia ada. Soto Ayam berasal dari daerah kudus, Jawa Tengah. Bahan dasar dari kuliner ini yaitu kuah dengan bumbu rempah-rempah yang sangat kental dengan ditaburi potongan daging ayam dan bawang merah goreng.
Ada bermacam-macam jenis dari soto ayam. Soto ayam bening yaitu soto ayam yang tidak menggunakan santan kelapa sehingga kuah terkesan bening dan segar. Namun soto ayam bening ini juga tetap memiliki rasa yang kental dengan rempah-rempah. Yang kedua adalah adalah soto ayam santan yaitu soto ayam yang menggunakan santan didalamnya sehingga kuah terkesan kental dan berwarna kuning mencolok. Ini sangat nikmat dihidangkan dengan menggunakan nasi panas.
9. Gethuk
Gethuk adalah jenis makanan dari daerah Jawa Tengah yang berbahan dasar singkong yang sudah diparut dan dihaluskan. Singkong ini kemudian diolah sedemikian rupa dengan dikukus terlebih dahulu dan kemudian ditumbuk dan dipadatkan. Biasanya rasa dari Gethuk umumnya manis, namun ada juga yang gurih tanpa ditambah dengan gula.
Selain berwarna putih, sudah banyak Gethuk dengan variasi warna seperti warna hijau, kuning, merah serta coklat. Warna-warna ini biasanya dicampurkan ketika Gethuk akan dihaluskan atau ditelah ditiriskan. Warna ini biasanya berasal dari warna-warna yang alami namun ada juga yang memakai pewarna makanan.
10. Wajik
Wajik merupakan salah satu makanan khas dari daerah Jawa Tengah dengan berbahan dasar beras ketan. Cara pembuatan wajik ini sangat mudah yaitu dengan mengukus beras ketan yang sudah disiapkan kemudian setelah matang menumbuknya serta memadatkannya supaya mudah diiris dan dibentuk.
Wajik ini biasanya berasa manis dengan manis gula jawa. Namun ada juga wajik dengan warna merah atau hijau yang biasanya menggunakan pemanis dari gula pasir. Untuk pewarna makanan Wajik biasanya hijau menggunakan warna daun suji dan kemudian merah menggunakan bunga wara-wari. Namun untuk cokelat biasanya tanpa menggunkan pewarna namun asli dari gula jawa.
Demikian sekilas uraian tentang makanan khas dari daerah Jawa Tengah. Semoga artikel ini bermanfaat serta membantu para pembaca. Sekian dan terimakasih.
Bajigur Minuman khas Sunda
Bajigur Minuman khas Sunda
Bajigur adalah minuman hangat khas masyarakat Sunda dari daerah Jawa
Barat, Indonesia. Bahan utamanya adalah gula aren, dan santan. Untuk
menambah kenikmatan dicampurkan pula sedikit jahe, garam dan bubuk
vanili.
Minuman yang disajikan panas ini biasa
dijual dengan menggunakan gerobak yang menyertakan kompor. Bajigur
paling cocok diminum pada saat cuaca dingin dan basah sehabis hujan.
Makanan yang sering dihidangkan bersama bajigur adalah pisang rebus, ubi
rebus, atau kacang rebus.
Masakan khas Bali
Masakan khas Bali
Wisatawan yang pecinta kuliner, mestinya berburu masakan-masakan dengan cita rasa khas selama menghabiskan waktu liburan di Bali. Bali memiliki berbagai olahan makanan tradisional yang mungkin bisa ditemukan diberbagai tempat wisata.
Sehingga wisatawan yang sedang dalam perjalanan tour bisa dengan mudah
menemukan restaurant/ rumah makan yang menyediakan masakan khas Bali
ini, selain disajikan di restaurant juga banyak bisa ditemukan di rumah
makan sederhana, warung dan pedagang kaki lima. Pilihan yang beraneka
ragam ini bisa dipilih sesuai budget.
Beberapa masakan khas Bali, yang mungkin perlu dicoba;- Ayam/ Bebek betutu; proses pembuatan masakan ini dengan bahan dasar daging bebek atau ayam dengan bumbu bali spesial. Daging dipijat-pijat terlebih dahulu, agar bumbu bisa meresap dengan baik dan lebih gurih. Dibungkus dengan rapi dengan daun pisang atau kelopak daun pinang dan kemudian dimatangkan dengan api sekam.
- Sate Lilit; menggunakan bahan dasar daging baik dari ikan, ayam dan babi. Daging ditumbuk lebih dulu, dicampur dengan bumbu Bali, bisa ditambah dengan parutan kelapa yang agak muda, kemudian dikepal dan dililitkan pada batang kayu bambu yang sudah dipecah kecil-kecil dan dipanggang, pilihan lainnya daging bisa juga ditusuk (sate tusuk) kemudian dipanggang.
- Serombotan; terdiri dari sayur-sayuran seperto bayam, kangkung, kubis, kacang panjang, dll, cara menhidangkannya, sayuran ditaburi bumbu di atasnya, pilihan pedas akan terasa lebi enak. Masakan ini bisa ditemukan hampir diseluruh Bali, tapi yang menjadi ikon sayur serombotan adalah kabupaten Klungkung.
- Jukut Ares; menggunakan bahan dasar pohon pisang yang masing muda, yang paling bagus dari biu batu (pisang batu). Batang pisang diiris-iris setebal 0.5 cm, di taburi dengan garam, ditekan-tekan agar lebih lunak, dibumbui dengan bumbu bali campur dengan daging bisa dengan daging ayam ataupun babi.
- Babi guling (non muslim saja); makanan ini sangat mudah ditemukan di Bali. Babi dipotong kemudian di guling bisa menggunakan api ataupun open. masakan ini sangat populer di Bali, penyajiannya dibarengi, sate lilit/ tusuk, kuwah (sup) dan lawar yang merupakan masakan khas Bali juga.
Sejarah Singkat Tentang Sumpah Pemuda
Sejarah Singkat Tentang Sumpah Pemuda
Sejarah Singkat Tentang Sumpah Pemuda
– Di Jakarta diadakan kongres yang diprakarsai oleh Perhimpunan
Pelajar-Pelajar Indonesia atau biasa disebut juga PPPI ada tanggal 27
Oktober 1928. Himpunan PPPI ini berdiri pada tahun 1926 yang anggotanya
kebanyakan mahasiswa hukum dan ada juga mahasiswa kedokteran di Batavia.
Kongres tersebut di hadiri oleh
tokoh-tokoh pergerakan nasional dari partai politik diantaranya yaitu,
Soekarno, Sunaryo dan Sartono. Hadir juga 2 orang wakil dari pemerintah
Hindia Belanda yaitu Van der Plas dan Dr. Pijper. Selain itu juga ada 2
utusan lagi dari Volksraad. Karena judulnya juga sumpah pemuda, kongres
inipun dihadiri oleh 9 organisasi pemuda yang terkemuka, seperti,
Pemudia Indonesia, Pemuda Kaum Betawi, PPPI, Jong Sumatranen Bond, Sekar
Rukun, Jong Java, Jong Bataks Bond, Jong Islamienten dan Jong Celebes.
Adapun susunan kepanitiaan kongres tersebut yaitu:
Ketua : Sugondo Djojopuspito (PPPI)
Wakil Ketua : Djoko Marsiad (Jong Java)
Sekretaris : Muh. Yamin (Jong Sumatranen Bond)
Bendahara : Amir Syarifuddin (Jong Bataks Bond
Pembantu I : Djohan Muh Tjai (Jong Islamienten Bond)
Pembantu II : Kotjosungkono (Pemuda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : J. Leimena (Jong Ambon)
Pembantu V : Rohjani (Pemuda Betawi)
Persoalan yang didiskusikan dalam kongres
tersebut yaitu cara untuk memeprsatukan pemuda-pemudiIndonesia yang
selama ini sudah dicita-citakan oleh para pemuda juga para mahasiswa
Indonesia baik pemuda yang ada di Indonesia maupun yang ada di Negara
Belanda.
Kongres ini diakan secara terbuka di tiga
tempat berbeda yang semuanya menampilkan prasaran yang berbeda juga
yaitu oleh Muh. Yamin dengan prasaran “Persatuan dan Kebangsaan
Indonesia”, oleh Nn. Purnomowulan, Darwono dan S. Mangunsarkoro dengan
prasaran “Pendidikan” dan oleh Mr. Suaryo dan Ramelan dengan Prasaran
“Kepanduan”.
Rapat tersebut diadakan pada Minggu malam
senin pada tanggal 28 Oktober 1928, yang dimana rapat itu merupakan
sidang penutup kongres dengan hasil keputusan sebagai berikut:
Pertama : Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia
Kedua : kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia
Ketiga : kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatua, bahasa Indonesia
Dan ketiga sumpah inilah yang disebut
dengan Sumpah Pemuda yang selalu dibacakan di setiap tahunnya di acara
upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober.
Pada penutupan kongres tersebut juga
pertama kalinya lagu Indonesia raya diperdengarkan oleh paduan suara
dari anggota PPPI yang dipimpin oleh Bintang Sudibyo dan diiringi oleh
biola oleh Wage Rudolp Supratman.
Kemudian peserta kongres melakukan ikrar,
satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa, dengan keyakinan dan
tekad bahwa asas itu wajib dipakai oleh segala perkumpulan kebangsaan
Indonesia.
Kongres II ini merupakan lanjutan dari
kongres I yang dilakukan 2 tahun sebelumnya. Kongres I dilaksanakan oleh
panitia yang bernama Jong Indonesia Kongres Komite yang dipimpin oleh
Tabrani. Adapun tujuan dari kongres I ini yaitu menanamkan semangat
kerjasama pemuda Indonesia untuk dijadikan dasar untuk persatuan
Indonesia. Dengan harapan dapat membentuk suatu perhimpunan massa pemuda
Indonesia yang ada di waktu itu.
Kongres I itu diadakan pada tangal 30
April sampai 2 Mei tahun 1926, namun kongres tersebut belum mencapai
hasil yang diinginkan. Beberapa bulan setelah itu ada perkumpulan pemuda
baru yang bernama Jong Indonesia yang berdiri pada tanggal 31 Agustus
1926. Kemudian pada awal tahun 1927 Soekarno mendirikan organisasi
pemuda juga yang diberi nama Jong Indonesia yang kemudian diganti
namanya menjadi Pemuda Indonesia.
Setelah itu semakin bertambah organisasi
pemuda yang sehingga terdoronglah untuk mendirikan PPPI yang mengambil
prakarsa untuk melaksanakan Kongres Pemuda II. Maka dengan itu Kongres
Pemuda II itu sebenarnya kelanjutan dari Kongres Pemuda I.
5 Oleh-Oleh Yang Wajib di Bandung
Siapa yang bisa mendustakan pesona Bandung? Kota ini menjadi semacam paket lengkap bagi semua orang. Anda bisa datang ke Bandung untuk alasan apa saja mulai dari wisata alam, wisata kuliner sampai wisata belanja.1. Pisang Bollen Kartika Sari
Anda belum ke Bandung jika melewatkan Kartika Sari. Toko yang berkantor pusat di Jalan H. Akbar Nomor 4, Kebon Kawung, ini menyediakan pisang bollen lezat khas yang pastinya akan membuat Anda ketagihan. Pisang bollen ala Kartika Sari ini adalah pelopor pisang bollen di Bandung dan telah lama menjadi oleh-oleh wajib jika berkunjung ke Kota Kembang ini.Pisang bollen ini populer sejak tahun 1970an dan sampai saat ini masih menggunakan resep asli turun termurun, sehingga cita rasanya dijamin tak berubah. Beragam varian rasa bisa Anda temukan di sini mulai dari keju, cokelat sampai durian. Selain itu, masih ada aneka pastry dan kue-kue lezat lainnya seperti pastel, risoles, kroket, brownies kukus rainbow dan juga bagelen.
Saat ini, Kartika Sari membuka banyak cabang di kota Bandung, Jakarta dan beberapa kota lainnya. Namun, membeli di kota asalnya akan memberikan sensasi berbeda.
2. Gepuk Nyonya Ong
Gepuk Nyonya Ong wajib Anda masukkan ke dalam daftar oleh-oleh wajib kota Bandung. Berlokasi di Jalan Dr. Djunjunan 155E, toko ini selalu dipenuhi pembeli. Gepuk sendiri merupakan hasil olahan daging sapi yang juga populer dengan sebutan ‘empal’. Potongan daging yang telah digeprek dan ditipiskan akan dirangkai dengan lidi untuk menjaga seratnya tak hancur saat dimasak.
Tak hanya daging sapi, Gepuk Nyonya Ong juga menyediakan olahan daging ayam. Dengan kreatifitasnya, gepuk ini diolah dalam berbagai varian seperti beef original, beef salty, beef extra pedas, beef less sugar, chicken original dan chicken spicy. Begitu sampai rumah, segera siapkan sepiring nasi hangat. Gepuk Nyonya Ong sangat nikmat disantap bersama nasi dengan asap yang masih mengepul.
3. Picnic Roll Prima Rasa
Kreatifitas warga Bandung dalam menciptakan kuliner lezat memang patut diacungi jempol. Anda harus membeli Picnic Roll Prima Rasa. Picnic roll merupakan olahan daging cincang yang sudah diberi bumbu sebelumnya, dimasukkan ke kulit pastry bersama telur rebus, kemudian dipanggang sampai berwarna kecokelatan. Rasanya? Tak perlu lah Anda meragukan kelezatannya.
Picnic roll tersedia dalam dua varian yaitu daging sapi dan daging ayam yang sama-sama enak. Selain picnic roll, menu andalan lainnya di Prima Rasa adalah brownies, pudding mouse dan mousse cake.
Sampai saat ini, Prima Rasa hanya membuka cabang di kota Bandung saja. Hal ini dikarenakan kekhawatiran akan kualitas produk bisa menurun jika toko membuka cabang di kota lain. Semua pastry dan kue Prima Rasa diproduksi dalam satu dapur yang terpusat di Jalan Kemuning untuk kemudian didistribusikan ke toko cabang lainnya termasuk yang ada di Jalan Pasirkaliki. Tak mengherankan jika kualitas rasa yang dihasilkan sama baiknya dan tak mengecewakan penikmatnya.
4. Surabi
Siapa yang tak mengenal surabi sebagai jajanan khas Bandung? Surabi saat ini tak hanya bisa dinikmati di kota ini saja. Anda bisa membawanya pulang sebagai oleh-oleh untuk keluarga tercinta. Surabi saat ini pun tak bisa dibilang ‘makanan kampung’. Berbagai varian rasa surabi telah diciptakan, hal ini membuat surabi menjadi sajian lezat yang mengikuti perkembangan zaman.
Salah satu tempat yang menyediakan surabi sebagai oleh-oleh Bandung adalah Surabi Enhaii yang berlokasi di Jalan Setiabudi. Anda bebas memilih surabi berbagai rasa mulai dari oncom, durian keju, ayam telur keju sampai kismis.
5. Oncom Raos
Satu lagi kuliner tradisional khas Bandung yang tak boleh dilewatkan adalah oncom. Oncom merupakan produk olahan dari kacang yang difermentasi. Oncom ini kemudian bisa dijadikan bahan baku untuk membuat masakan lezat lainnya, salah satunya adalah oncom goreng yang banyak digemari.
Oncom Raos adalah salah satu tempat yang menyediakan produk olahan oncom. Berlokasi di Jalan Cihampelas 91 B, tak sulit mencari tempat wisata kuliner ini karena berada dekat pusat perbelanjaan populer yaitu Cihampelas Walk. Tak hanya oncom goreng, tempat yang sudah berdiri lebih dari 40 tahun ini juga menyediakan beragam jenis oleh-oleh lain seperti aneka keripik, sale pisang dan juga bermacam manisan.
5 Makanan Khas palembang
Makanan Khas palembang
1. PEMPEK
Pempek, makanan khas Palembang yang telah terkenal di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan bahan dasar utama daging ikan dan sagu, masyarakat Palembang telah berhasil mengembangkan bahan dasar tersebut menjadi beragam jenis pempek dengan memvariasikan isian maupun bahan tambahan lain seperti telur ayam, kulit ikan, maupun tahu pada bahan dasar tersebut. Ragam jenis pempek yang terdapat di Palembang antara lain pempek kapal selam, pempek lenjer, pempek keriting, pempek adaan, pempek kulit, pempek tahu, pempek pistel, pempek udang, pempek lenggang, pempek panggang, pempek belah dan pempek otak - otak. Sebagai pelengkap menyantap pempek, masyarakat Palembang biasa menambahkan saus kental berwarna kehitaman yang terbuat dari rebusan gula merah, cabe dan udang kering yang oleh masyarakat setempat disebut saus cuka (cuko).
2. TEKWAN
Tekwan, makanan khas Palembang dengan tampilan mirip sup ikan berbahan dasar daging ikan dan sagu yang dibentuk kecil - kecil mirip bakso ikan yang kemudian ditambahkan kaldu udang sebagai kuah, serta soun dan jamur kuping sebagai pelengkap.
3. Kue Maksuba
Kue Maksubah, kue khas Palembang yang berbahan dasar utama telur bebek dan susu kental manis. Dalam pembuatannya telur yang dibutuhkan dapat mencapai sekitar 28 butir. Adonan kemudian diolah mirip adonan kue lapis. Rasanya enak, manis dan legit. Kue ini dipercaya sebagai salah satu sajian istana Kesultanan Palembang yang seringkali disajikan sebagai sajian untuk tamu kehormatan. Namun saat ini kue maksubah dapat ditemukan di seluruh Palembang dan sering disajikan di hari raya.
4. MARTABAK HAR
Martabak HAR,adalah makanan Khas dari India yang dibawah oleh Haji Abdul Razak. Berbahan dasar tepung terigu, yang diberi telor bebek dan telor ayam,kuahnya berbahan kari kambing yang dicampur kentang.
10. Kue Srikayo
Kue Srikayo, berbahan dasar utama telur dan daun pandan, berbentuk mirip puding. Kue berwarna hijau ini biasanya disantap dengan ketan dan memiliki rasa manis dan legit.
Makanan Khas Dari Medan
Makanan Khas Dari Medan
1. Bolu Meranti
Siapa tak mengenal Bolu Meranti? Kue gulung dengan tekstur lembut creamy dan rasa legit ini sudah menjadi semacam oleh-oleh wajib yang harus dibeli saat berkunjung ke Medan. Bolu Meranti memiliki beragam varian rasa mulai dari nanas, keju, stroberi, mocca, kacang sampai blueberry. Bolu dapat bertahan sampai tiga hari di luar lemari es. Selain bolu, tersedia juga jajanan lain seperti lapis legit, kue sus dan brownies.Bolu Meranti bermula dari resep coba-coba Nyonya Ai Ling. Awal berjualan, ia tak memiliki toko sendiri dan menitipkan bolu buatannya di toko saudaranya yang terletak di Jalan Meranti. Tak disangka, kue bolu buatannya laris manis dan mulai banyak pesanan. Sampai akhirnya Nyonya Ai Ling membuka toko sendiri dengan nama Bolu Meranti.
Bolu Meranti memiliki dua cabang yaitu di Jalan Kruing 2K dan Jalan Sisingamangaraja No. 19B. Toko ini buka setiap hari mulai pukul 9 pagi sampai 4 sore.
2. Pancake Durian
Ini dia jajanan favorit bagi pecinta olahan durian, pancake durian! Berbeda dengan bentuk pancake kebanyakan yang bulat ceper seperti surabi, pancake durian berbentuk seperti dadar gulung. Pancake durian terdiri dari kulit yang terbuat dari adonan tepung dan diisi dengan daging durian yang luar biasa lezat.
Pancake durian tersedia dalam berbagai rasa mula dari original, mocca, coklat sampai pandan. Kesemua varian rasa ini sama-sama nikmat, sekali gigit saja, isi daging durian kan lumer dan lembut di mulut.
Durian House yang berlokasi di Jalan Sekip No. 67 merupakan salah satu tempat yang menyediakan pancake durian. Tak tanya pancake, Durian House juga menyediakan bolu dan dodol sebagai oleh-oleh.
3. Bika Ambon
Ini sedikit aneh memang, dengan embel-embel nama Ambon, namun jajanan ini dikenal sebagai oleh-oleh khas kota Medan. Bika Ambon menjadi oleh-oleh yang wajib Anda beli berikutnya. Bika Ambon memiliki tekstur berserat dengan rasa legit. Jajanan ini terbuat dari tepung tapioka, santan, gula, telur dan air nira.Cerita Rakyat Tanah Jawa Keong Mas
Cerita Rakyat Tanah Jawa
Alkisah pada jaman dahulu kala hiduplah seorang pemuda bernama Galoran.
Ia termasuk orang yang disegani karena kekayaan dan pangkat orangtuanya.
Namun Galoran sangatlah malas dan boros. Sehari-hari kerjanya hanya
menghambur-hamburkan harta orangtuanya, bahkan pada waktu orang tuanya
meninggal dunia ia semakin sering berfoya-foya. Karena itu lama kelamaan
habislah harta orangtuanya. Walaupun demikian tidak membuat Galoran
sadar juga, bahkan waktu dihabiskannya dengan hanya bermalas-malasan dan
berjalan-jalan. Iba warga kampung melihatnya. Namun setiap kali ada
yang menawarkan pekerjaan kepadanya, Galoran hanya makan dan tidur saja
tanpa mau melakukan pekerjaan tersebut. Namun akhirnya galoran dipungut
oleh seorang janda berkecukupan untuk dijadikan teman hidupnya. Hal ini
membuat Galoran sangat senang ; "Pucuk dicinta ulam pun tiba", demikian
pikir Galoran.
Janda tersebut mempunyai seorang anak perempuan yang sangat rajin dan pandai menenun, namanya Jambean. Begitu bagusnya tenunan Jambean sampai dikenal diseluruh dusun tersebut. Namun Galoran sangat membenci anak tirinya itu, karena seringkali Jambean menegurnya karena selalu bermalas-malasan.
Rasa benci Galoran sedemikian dalamnya, sampai tega merencanakan pembunuhan anak tirinya sendiri. Dengan tajam dia berkata pada istrinya : " Hai, Nyai, sungguh beraninya Jambean kepadaku. Beraninya ia menasehati orangtua! Patutkah itu ?" "Sabar, Kak. Jambean tidak bermaksud buruk terhadap kakak" bujuk istrinya itu. "Tahu aku mengapa ia berbuat kasar padaku, agar aku pergi meninggalkan rumah ini !" seru nya lagi sambil melototkan matanya. "Jangan begitu kak, Jambean hanya sekedar mengingatkan agar kakak mau bekerja" demikian usaha sang istri meredakan amarahnya. "Ah .. omong kosong. Pendeknya sekarang engkau harus memilih .. aku atau anakmu !" demikian Galoran mengancam.
Sedih hati ibu Jambean. Sang ibu menangis siang-malam karena bingung hatinya. Ratapnya : " Sampai hati bapakmu menyiksaku jambean. Jambean anakku, mari kemari nak" serunya lirih. "Sebentar mak, tinggal sedikit tenunanku" jawab Jambean. "Nah selesai sudah" serunya lagi. Langsung Jambean mendapatkan ibunya yang tengah bersedih. "Mengapa emak bersedih saja" tanyanya dengan iba. Maka diceritakanlah rencana bapak Jambean yang merencanakan akan membunuh Jambean. Dengan sedih Jambean pun berkata : " Sudahlah mak jangan bersedih, biarlah aku memenuhi keinginan bapak. Yang benar akhirnya akan bahagia mak". "Namun hanya satu pesanku mak, apabila aku sudah dibunuh ayah janganlah mayatku ditanam tapi buang saja ke bendungan" jawabnya lagi. Dengan sangat sedih sang ibu pun mengangguk-angguk. Akhirnya Jambean pun dibunuh oleh ayah tirinya, dan sesuai permintaan Jambean sang ibu membuang mayatnya di bendungan. Dengan ajaib batang tubuh dan kepala Jambean berubah menjadi udang dan siput, atau disebut juga dengan keong dalam bahasa Jawanya.
Tersebutlah di Desa Dadapan dua orang janda bersaudara bernama Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil. Kedua janda itu hidup dengan sangat melarat dan bermata pencaharian mengumpulkan kayu dan daun talas. Suatu hari kedua bersaudara tersebut pergi ke dekat bendungan untuk mencari daun talas. Sangat terpana mereka melihat udang dan siput yang berwarna kuning keemasan. "Alangkah indahnya udang dan siput ini" seru Mbok Rondo Sambega "Lihatlah betapa indahnya warna kulitnya, kuning keemasan. Ingin aku bisa memeliharanya" serunya lagi. "Yah sangat indah, kita bawa saja udang dan keong ini pulang" sahut Mbok Rondo Sembadil. Maka dipungutnya udang dan siput tersebut untuk dibawa pulang. Kemudian udang dan siput tersebut mereka taruh di dalam tempayan tanah liat di dapur. Sejak mereka memelihara udang dan siput emas tersebut kehidupan merekapun berubah. Terutama setiap sehabis pulang bekerja, didapur telah tersedia lauk pauk dan rumah menjadi sangat rapih dan bersih. Mbok Rondo Sambega dan Mbok Rondo Sembadil juga merasa keheranan dengan adanya hal tersebut. Sampai pada suatu hari mereka berencana untuk mencari tahu siapakah gerangan yang melakukan hal tersebut.
Suatu hari mereka seperti biasanya pergi untuk mencari kayu dan daun talas, mereka berpura-pura pergi dan kemudian setelah berjalan agak jauh mereka segera kembali menyelinap ke dapur. Dari dapur terdengar suara gemerisik, kedua bersaudara itu segera mengintip dan melihat seorang gadis cantik keluar dari tempayan tanah liat yang berisi udang dan Keong Emas peliharaan mereka. "tentu dia adalah jelmaan keong dan udang emas itu" bisik Mbok Rondo Sambega kepada Mbok Rondo Sembadil. "Ayo kita tangkap sebelum menjelma kembali menjadi udang dan Keong Emas" bisik Mbok Rondo Sembadil. Dengan perlahan-lahan mereka masuk ke dapur, lalu ditangkapnya gadis yang sedang asik memasak itu. "Ayo ceritakan lekas nak, siapa gerangan kamu itu" desak Mbok Rondo Sambega "Bidadarikah kamu ?" sahutnya lagi. "bukan Mak, saya manusia biasa yang karena dibunuh dan dibuang oleh orang tua saya, maka saya menjelma menjadi udang dan keong" sahut Jambean lirih. "terharu mendengar cerita Jambean kedua bersaudara itu akhirnya mengambil Keong Emas sebagai anak angkat mereka. Sejak itu Keong Emas membantu kedua bersaudara tersebut dengan menenun. Tenunannya sangat indah dan bagus sehingga terkenallah tenunan terebut keseluruh negeri, dan kedua janda bersaudara tersebut menjadi bertambah kaya dari hari kehari.
Sampailah tenunan tersebut di ibu kota kerajaan. Sang raja muda sangat tertarik dengan tenunan buatan Jambean atau Keong Emas tersebut. Akhirnya raja memutuskan untuk meninjau sendiri pembuatan tenunan tersebut dan pergi meninggalkan kerajaan dengan menyamar sebagai saudagar kain. Akhirnya tahulah raja perihal Keong Emas tersebut, dan sangat tertarik oleh kecantikan dan kerajinan Keong Emas. Raja menitahkan kedua bersaudara tersebut untuk membawa Jambean atau Keong Emas untuk masuk ke kerajaan dan meminang si Keong Emas untuk dijadikan permaisurinya. Betapa senang hati kedua janda bersaudara tersebut.
Bawang Merah Dan Bawang Putih
Cerita Rakyat Riau, Sumatera
Bawang Merah Dan Bawang Putih
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri
dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang
putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih
hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu
hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang
putih sangat berduka demikian pula ayahnya.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikah saja dengan ibu Bawang merah, supaya Bawang putih tidak kesepian lagi.
Dengan pertimbangan dari bawang putih, maka ayah Bawang putih menikah dengan ibu bawang merah. Awalnya ibu bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada bawang putih. Namun lama kelamaan sifat asli mereka mulai kelihatan. Mereka kerap memarahi bawang putih dan memberinya pekerjaan berat jika ayah Bawang Putih sedang pergi berdagang. Bawang putih harus mengerjakan semua pekerjaan rumah, sementara Bawang merah dan ibunya hanya duduk-duduk saja. Tentu saja ayah Bawang putih tidak mengetahuinya, karena Bawang putih tidak pernah menceritakannya.
Suatu hari ayah Bawang putih jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia. Sejak saat itu Bawang merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang putih. Bawang putih hampir tidak pernah beristirahat. Dia sudah harus bangun sebelum subuh, untuk mempersiapkan air mandi dan sarapan bagi Bawang merah dan ibunya. Kemudian dia harus memberi makan ternak, menyirami kebun dan mencuci baju ke sungai. Lalu dia masih harus menyetrika, membereskan rumah, dan masih banyak pekerjaan lainnya. Namun Bawang putih selalu melakukan pekerjaannya dengan gembira, karena dia berharap suatu saat ibu tirinya akan mencintainya seperti anak kandungnya sendiri.
Pagi ini seperti biasa Bawang putih membawa bakul berisi pakaian yang akan dicucinya di sungai. Dengan bernyanyi kecil dia menyusuri jalan setapak di pinggir hutan kecil yang biasa dilaluinya. Hari itu cuaca sangat cerah. Bawang putih segera mencuci semua pakaian kotor yang dibawanya. Saking terlalu asyiknya, Bawang putih tidak menyadari bahwasalah satu baju telah hanyut terbawa arus. Celakanya baju yang hanyut adalah baju kesayangan ibu tirinya. Ketika menyadari hal itu, baju ibu tirinya telah hanyut terlalu jauh. Bawang putih mencoba menyusuri sungai untuk mencarinya, namun tidak berhasil menemukannya. Dengan putus asa dia kembali ke rumah dan menceritakannya kepada ibunya.
“Dasar ceroboh!” bentak ibu tirinya. “Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus mencari baju itu! Dan jangan berani pulang ke rumah kalau kau belum menemukannya. Mengerti?”
Bawang putih terpaksa menuruti keinginan ibun tirinya. Dia segera menyusuri sungai tempatnya mencuci tadi. Mataharisudah mulai meninggi, namun Bawang putih belum juga menemukan baju ibunya. Dia memasang matanya, dengan teliti diperiksanya setiap juluran akar yang menjorok ke sungai, siapa tahu baju ibunya tersangkut disana. Setelah jauh melangkah dan matahari sudah condong ke barat, Bawang putih melihat seorang penggembala yang sedang memandikan kerbaunya. Maka Bawang putih bertanya: “Wahai paman yang baik, apakah paman melihat baju merah yang hanyut lewat sini? Karena saya harus menemukan dan membawanya pulang.” “Ya tadi saya lihat nak. Kalau kamu mengejarnya cepat-cepat, mungkin kau bisa mengejarnya,” kata paman itu.
“Baiklah paman, terima kasih!” kata Bawang putih dan segera berlari kembali menyusuri. Hari sudah mulai gelap, Bawang putih sudah mulai putus asa. Sebentar lagi malam akan tiba, dan Bawang putih. Dari kejauhan tampak cahaya lampu yang berasal dari sebuah gubuk di tepi sungai. Bawang putih segera menghampiri rumah itu dan mengetuknya.
“Permisi…!” kata Bawang putih. Seorang perempuan tua membuka pintu.
“Siapa kamu nak?” tanya nenek itu.
“Saya Bawang putih nek. Tadi saya sedang mencari baju ibu saya yang hanyut. Dan sekarang kemalaman. Bolehkah saya tinggal di sini malam ini?” tanya Bawang putih.
“Boleh nak. Apakah baju yang kau cari berwarna merah?” tanya nenek.
“Ya nek. Apa…nenek menemukannya?” tanya Bawang putih.
“Ya. Tadi baju itu tersangkut di depan rumahku. Sayang, padahal aku menyukai baju itu,” kata nenek. “Baiklah aku akan mengembalikannya, tapi kau harus menemaniku dulu disini selama seminggu. Sudah lama aku tidak mengobrol dengan siapapun, bagaimana?” pinta nenek.Bawang putih berpikir sejenak. Nenek itu kelihatan kesepian. Bawang putih pun merasa iba. “Baiklah nek, saya akan menemani nenek selama seminggu, asal nenek tidak bosan saja denganku,” kata Bawang putih dengan tersenyum.
Selama seminggu Bawang putih tinggal dengan nenek tersebut. Setiap hari Bawang putih membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek. Tentu saja nenek itu merasa senang. Hingga akhirnya genap sudah seminggu, nenek pun memanggil bawang putih.
“Nak, sudah seminggu kau tinggal di sini. Dan aku senang karena kau anak yang rajin dan berbakti. Untuk itu sesuai janjiku kau boleh membawa baju ibumu pulang. Dan satu lagi, kau boleh memilih satu dari dua labu kuning ini sebagai hadiah!” kata nenek.
Mulanya Bawang putih menolak diberi hadiah tapi nenek tetap memaksanya. Akhirnya Bawang putih memilih labu yang paling kecil. “Saya takut tidak kuat membawa yang besar,” katanya. Nenek pun tersenyum dan mengantarkan Bawang putih hingga depan rumah.
Sesampainya di rumah, Bawang putih menyerahkan baju merah milik ibu tirinya sementara dia pergi ke dapur untuk membelah labu kuningnya. Alangkah terkejutnya bawang putih ketika labu itu terbelah, didalamnya ternyata berisi emas permata yang sangat banyak. Dia berteriak saking gembiranya dan memberitahukan hal ajaib ini ke ibu tirinya dan bawang merah yang dengan serakah langsun merebut emas dan permata tersebut. Mereka memaksa bawang putih untuk menceritakan bagaimana dia bisa mendapatkan hadiah tersebut. Bawang putih pun menceritakan dengan sejujurnya.
Mendengar cerita bawang putih, bawang merah dan ibunya berencana untuk melakukan hal yang sama tapi kali ini bawang merah yang akan melakukannya. Singkat kata akhirnya bawang merah sampai di rumah nenek tua di pinggir sungai tersebut. Seperti bawang putih, bawang merah pun diminta untuk menemaninya selama seminggu. Tidak seperti bawang putih yang rajin, selama seminggu itu bawang merah hanya bermalas-malasan. Kalaupun ada yang dikerjakan maka hasilnya tidak pernah bagus karena selalu dikerjakan dengan asal-asalan. Akhirnya setelah seminggu nenek itu membolehkan bawang merah untuk pergi. “Bukankah seharusnya nenek memberiku labu sebagai hadiah karena menemanimu selama seminggu?” tanya bawang merah. Nenek itu terpaksa menyuruh bawang merah memilih salah satu dari dua labu yang ditawarkan. Dengan cepat bawang merah mengambil labu yang besar dan tanpa mengucapkan terima kasih dia melenggang pergi.
Sesampainya di rumah bawang merah segera menemui ibunya dan dengan gembira memperlihatkan labu yang dibawanya. Karena takut bawang putih akan meminta bagian, mereka menyuruh bawang putih untuk pergi ke sungai. Lalu dengan tidak sabar mereka membelah labu tersebut. Tapi ternyata bukan emas permata yang keluar dari labu tersebut, melainkan binatang-binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan lain-lain. Binatang-binatang itu langsung menyerang bawang merah dan ibunya hingga tewas. Itulah balasan bagi orang yang serakah.
Sejarah Singkat Papua
Sejarah Singkat Papua
Pada waktu pemerintah Belanda berkuasa di daerah Papua hingga awal tahun 1960-an nama yang dipakai untuk menamakan Kepulauan Biak-Numfor adalah Schouten Eilanden, menurut nama orang Eropa pertama berkebangsaan Belanda, yang mengunjungi daerah ini pada awal abad ke 17. Nama-nama lain yang sering dijumpai dalam laporan-laporan tua untuk penduduk dan daerah kepuluan ini adalah Numfor atau Wiak. Fonem w pada kata wiak sebenarnya berasal dari fonem v yang kemudian berubah menjadi b sehingga muncullah kata biak seperti yang digunakan sekarang. Dua nama terakhir itulah kemudian digabungkan menjadi satu
nama yaitu Biak-Numfor, dengan tanda garis mendatar di antara dua kata itu sebagai tanda penghubung antara dua kata tersebut, yang dipakai secara resmi untuk menamakan daerah dan penduduk yang mendiami pulau-pulau yang terletak di sebelah utara Teluk Cenderawasih itu. Dalam percakapan sehari-hari orang hanya menggunakan nama Biak saja yang mengandung pengertian yang sama juga dengan yang disebutkan di atas.
Tentang asal-usul nama serta arti kata tersebut ada beberapa pendapat. Pertama ialah bahwa nama Biak yang berasal dari kata v`iak itu yang pada mulanya merupakan suatu kata yang dipakai untuk menamakan penduduk yang bertempat tinggal di daerah pedalaman pulau-pulau tersebut. Kata tersebut mengandung pengertian orang-orang yang tinggal di dalam hutan, orang-orang yang tidak pandai kelautan, seperti misalnya tidak cakap menangkap ikan di laut, tidak pandai berlayar di laut dan menyeberangi lautan yang luas dan lain-lain. Nama tersebut diberikan oleh penduduk pesisir pulau-pulau itu yang memang mempunyai kemahiran tinggi dalam hal-hal kelautan. Sungguhpun nama tersebut pada mulanya mengandung pengertian menghina golongan penduduk tertentu, nama itulah kemudian diterima dan dipakai sebagai nama resmi untuk penduduk dan daerah tersebut.
Pendapat lain, berasal dari keterangan ceritera lisan rakyat berupa mite, yang menceritakan bahwa nama itu berasal dari warga klen Burdam yang meninggalkan Pulau Biak akibat pertengkaran mereka dengan warga klen Mandowen. Menurut mite itu, warga klen Burdam memutuskan berangkat meninggalkan Pulau Warmambo (nama asli Pulau Biak) untuk menetap di suatu tempat yang letaknya jauh sehingga Pulau Warmambo hilang dari pandangan mata. Demikianlah mereka berangkat, tetapi setiap kali mereka menoleh ke belakang mereka melihat Pulau Warmambo nampak di atas permukaan laut. Keadaan ini menyebabkan mereka berkata, v`iak wer`, atau `v`iak`, artinya ia muncul lagi. Kata v`iak inilah yang kemudian dipakai oleh mereka yang pergi untuk menamakan Pulau Warmambo dan hingga sekarang nama itulah yang tetap dipakai (Kamma 1978:29-33).
Kata Biak secara resmi dipakai sebagai nama untuk menyebut daerah dan penduduknya yaitu pada saat dibentuknya lembaga Kainkain Karkara Biak pada tahun 1947 (De Bruijn 1965:87). Lembaga tersebut merupakan pengembangan dari lembaga adat kainkain karkara mnu yaitu suatu lembaga adat yang mempunyai fungsi mengatur kehidupan bersama dalam suatu komnunitas yang disebut mnu atau kampung. Penjelasan lebih luas tentang kedua lembaga itu diberikan pada pokok yang membicarakan organisasi kepemimpinan di bawah.
Nama Numfor berasal dari nama pulau dan golongan penduduk asli Pulau Numfor. Penggabungan nama Biak dan Numfor menjadi satu nama dan pemakaiannya secara resmi terjadi pada saat terbentuknya lembaga dewan daerah di Kepulauan Schouten yang diberi nama Dewan daerah Biak-Numfor pada tahun 1959.
Dalam tulisan ini saya menggunakan nama Biak-Numfor untuk menyebut daerah geografisnya dan daerah administrasi pemerintahannya. Nama Biak digunakan untuk menyebut bahasa dan orang yang memeluk kebudayaan Biak yang bertempat tinggal di daerah Kepulauan Biak-Numfor sendiri maupun yang bertempat tinggal di daerah-daerah perantauan yang terletak di luar kepulauan tersebut.
Tentang sejarah orang Biak, baik sejarah asal usul maupun sejarah kontaknya dengan dunia luar, tidak diketahui banyak karena tidak tersedia keterangan tertulis. Satu-satunya sumber lokal yang memberikan keterangan tentang asal-usul orang Biak seperti halnya juga pada suku-suku bangsa lainnya di Papua, adalah mite. Menurut mite moyang orang Biak berasal dari satu daerah yang terletak di sebelah timur, tempat matahari terbit. Moyang pertama datang ke daerah kepulauan ini dengan menggunakan perahu. Ada beberapa versi ceritera kedatangan moyang pertama itu. Salah satu versi mite itu menceriterakan bahwa moyang pertama dari orang Biak terdiri dari sepasang suami isteri yang dihanyutkan oleh air bah di atas sebuah perahu dan ketika air surut kembali terdampar di atas satu bukit yang kemudian diberi nama oleh kedua pasang suami isteri itu Sarwambo. Bukit tersebut terdapat di bagian timur laut Pulau Biak (di sebelah selatan kampung Korem sekarang). Dari bukit sarwambo, moyang pertam itu bersama anak-anaknya berpindah ke tepi Sungai Korem dan dari tempat terakhir inilah mereka berkembang biak memenuhi seluruh Kepulauan Biak-Numfor.
Selanjutnya tentang sejarah kontak orang Biak dengan dunia luar, baik menurut ceritera lisan tentang tokoh-tokoh legendaris Fakoki dan Pasrefi maupun sumber keterangan dari Tidore diketahui bahwa kontak itu telah terjadi .jauh sebelum kedatangan orang Eropa pertama di daerah Papua pada awal abad ke-16 (Kamma 1953:151). Hubungan tersebut terjadi dengan penduduk di daerah pesisir utara Kepala Burung, Kepulauan Raja Ampat dan dengan penduduk di Kepulauan Maluku.
Kontak orang Biak dengan orang luar itu terjadi terutama melalui hubungan perdagangan dan ekspedisi-ekspedisi perang. Bukti terlihat pada adanya pemukiman-pemukiman orang Biak yang sampai sekarang dapat dijumpai di berbagai tempat seperti tersebut di atas. Rupanya pada masa sebelum kedatangan orang Eropa di Kepulauan Maluku dan daerah Papua awal abad ke-16, orang Biak telah menjelajah ke berbagai wilayah Indonesia lainnya baik melalui ekspedisi-ekspedisi perdagangan dan perang yang dilakukan oleh orang-orang Biak sendiri maupun bersama dengan sekutu-sekutunya, misalnya dengan Kesultanan Tidore
atau dengan Kesultanan Ternate. Kejayaan orang Biak untuk melakukan berbagai ekspedisi itu menghilang pada akhir abad ke-15 (Kamma 1952:151). Tidak lama sebelum kedatangan orang Eropa pertama di kawasan Maluku dan Kepulauan Raja Ampat pada awal abad ke-16.
Sumber data:
Dr. J.R. Mansoben, MA
SISTEM POLITIK TRADISIONAL ETNIS BYAK:
Kajian tentang Pemerintahan Tradisional
Antropologi Papua, Volume 1. No. 3 Agustus 2003
Sejarah Singkat Kota Surakarta
Sejarah Singkat Kota Surakarta
Kota Surakarta pada mulanya adalah
wilayah kerajaan Mataram. Kota ini bahkan pernah menjadi pusat
pemerintahan Mataram. Karena adanya Perjanjian Giyanti (13 Februari
1755) menyebabkan Mataram Islam terpecah karena propaganda kolonialisme
Belanda. Kemudian terjadi pemecahan pusat pemerintahan menjadi dua yaitu
pusat pemerintahan di Surakarta dan Yogyakarta. Pemerintahan di
Surakarta terpecah lagi karena Perjanjian Salatiga (1767) menjadi
Kasunanan dan Mangkunegaran.
Pada tahun 1742, orang-orang Tionghoa
memberontak dan melawan kekuasaan Pakubuwana II yang bertahta di
Kartasura sehingga Keraton Kartasura hancur dan Pakubuwana II menyingkir
ke Ponorogo, Jawa Timur. Dengan Bantuan VOC pemberontakan tersebut
berhasil ditumpas dan Kartasura berhasil direbut kembali. Sebagai ganti
ibukota kerajaan yang telah hancur maka didirikanlah Keraton Baru di
Surakarta 20 km ke arah selatan timur dari Kartasura pada 18 Februari
1745. Peristiwa ini kemudian dianggap sebagai titik awal didirikannya
kraton Kasunanan Surakarta.
Pemberian nama Surakarta Hadiningrat
mengikuti naluri leluhur, bahwa Kerajaan Mataram yang berpusat di Karta,
kemudian ke Pleret, lalu pindah ke Wanakarta, yang kemudian diubah
namanya menjadi Kartasura. Surakarta Hadiningrat berarti harapan akan
terciptanya negara yang tata tentrem karta raharja (teratur tertib aman dan damai), serta harus disertai dengan tekad dan keberanian menghadapi segala rintangan yang menghadang (sura) untuk mewujudkan kehidupan dunia yang indah (Hadiningrat). Dengan demikian, kata “Karta” dimunculkan kembali sebagai wujud permohonan berkah dari para leluhur pendahulu dan pendirian kerajaan Mataram.
Sejarah nama kota Solo sendiri
dikarenakan daerah ini dahulu banyak ditumbuhi tanaman pohon Sala (
sejenis pohon pinus) seperti yang tertulis dalam serat Babad Sengkala
yang disimpan di Sana Budaya Yogyakarta. Sala berasal dari bahasa Jawa
asli ( lafal bahasa jawa : Solo ) Pada akhirnya orang-orang mengenalnya
dengan nama Kota Solo.
Sejarah Singkat Yogyakarta
Sejarah Singkat Yogyakarta
Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada
Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah
tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob
Mossel.
Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja tas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Isi Perjanjian Gianti : Negara Mataram dibagi dua : Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta, setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran Mangkubumi diakui menjadi Raja tas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah.
Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram
(Yogyakarta), Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah
daerah mancanegara yaitu; Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan,
Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung, Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela,
Kuwu, Wonosari, Grobogan.
Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pengeran Mangkubumi
yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah
Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta
Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini
diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah
Hutan yang disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama
Pachetokan, sedang disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai
Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II dulu dan namanya
kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah penetapan tersebut diatas
diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera memerintahkan kepada rakyat
membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.
Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati
pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga.
Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755.
Dari tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan
kraton yang sedang dikerjakan.
Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru
sebagai peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau
dengan nama utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan
Ambarketawang ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah
menetap di Kraton yang baru. Peresmian mana terjadi Tanggal 7 Oktober
1756.
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu
Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Dan pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.
Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun
yang menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR
Kota dan Dewan Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota
Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota
Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai
bidang pemerintahan masih tetap berada di tangan Pemerintah Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru
menjadi Kota Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor
17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta
yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah
dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan
Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota
Yogyakarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota pertama yang dijabat oleh Ir.Moh Enoh mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta.
Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr.Soedarisman Poerwokusumo yang
kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap
menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan
anggota 25 orang. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei
1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.
Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.
Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan
Undang-undang tersebut, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan Propinsi
dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan
sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur
Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa
jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliau Sri Sultan Hamengku Buwono
IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta
merupakan daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II dimana terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan
cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.
Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk
menyelenggarakan pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka,
maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah
secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan
untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta
sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota
Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah daerah otonomi setingkat
Propinsi, satu dari 26 daerah Tingkat I yang ada di Indonesia. Propinsi
ini beribukota di Yogyakarta, sebuah kota yang kaya predikat, baik
berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota
perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata. Menurut
Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama
yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai
pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang
kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti
Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama
Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos
Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan
Yogya(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).
Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta
dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial
Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan,
baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten
Pakualaman. Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan
peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan
tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga
berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata
Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah
kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.
Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potenssi
Propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah
tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata
dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata
budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam. Predikat
sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam
dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di
setiap jenjang pendidikan tersedia di Propinsi ini, di Yogyakarta
terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari 33 Propinsi (dulunya 34
Propinsi sebelum Timor Timur keluar dari negara kesatuan Indonesia) di
Yogyakarta. Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur
Indonesia.
Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta
merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan
Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa.
Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan
sejarah Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia.
dari berbagai sumber
Sejarah Kota Medan
Sejarah Kota Medan
Sejarah Kota Medan adalah ibu kota provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Medan adalah pintu gerbang wilayah Indonesia
bagian barat dan juga sebagai pintu gerbang bagi para wisatawan untuk menuju
objek wisata Brastagi di daerah dataran tinggi Karo, objek wisata
Orangutan di Bukit Lawang, Danau Toba,
yang terkenal sebagai tempat wisata, serta Pantai Cermin, yang tekenal
dengan pemandangan lautnya dilengkapi dengan waterboom Theme Park.
Kota Medan memiliki luas 26.510 Hektar (265,10 Km 2 ) atau
3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan
dengan kota/kabupaten lainya, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relatif
kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota
Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur
Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring keutara dan berada pada
ketinggian 2,5 - 37,5 meter diatas permukaan laut.
Secara administratif , wilayah kota medan hampir secara
keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah
Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung
dengan Selat Malaka, yang diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas
terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya
dengan Sumber Daya alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan.
Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya
Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli
Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi
ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama
dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan
daerah-daerah sekitarnya.
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur
pelayaran Selat Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai
gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan
domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini
telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik ,
yaitu daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2005, penduduk Kota
Medan saat ini diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita
lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk
tersebut diketahui merupakan penduduk tetap , sedangkan penduduk tidak tetap
diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk
commuters. Dengan demikian Kota Medan Merupakan salah satu kota dengan jumlah
penduduk yang besar, sehingga memiliki deferensiasi pasar.
Di siang hari, jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5
juta jiwa dengan dihitungnya jumlah penglaju(komuter).
Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok umur 0-19 dan 20-39 tahun
(masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).
Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih
kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat
dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5
tahun. Dengan demikian Kota Medan secara relatif tersedia tenaga kerja yang
cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa,
perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan periode tahun 2000-2004
cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun
2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. sedangkan tingkat
kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per Km 2 pada tahun
2004. jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul
kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit
, terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan Maimun dan Medan Polonia. Tingkat
kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan
Medan Timur.
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang adalah suku Jawa dan Batak,
tetapi di kota ini banyak tinggal pula orang keturunan India danTionghoa. Komunitas Tionghoa di Medan cukup besar,
sekitar 25% jumlah total.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa
yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jalan Zainul Arifin
bahkan dikenal sebagai Kampung Madras (Kampung
India).
Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun
sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.